Jumat (2/3), Institute of International Studies (IIS) UGM menggelar konferensi pers bertajuk Kepentingan Luar Negeri Indonesia dalam Pendirian Indonesia Peace and Security Center (IPSC). Pembicara dalam pertemuan ini adalah Dafri Agussalim, MA selaku penelitiĀ clusterProgram on Diplomacy and Foreign Policy IIS UGM. Konferensi pers ini diadakan sebagai bentuk respon terhadap pendirian IPSC pada 19 Desember 2011 lalu di kawasan Santi Dharma, Bogor.
Dafri membuka diskusi dengan memaparkan beberapa alasan di balik inisiasi IPSC. Menurutnya, kondisi perdamaian dunia yang semakin penuh dengan konflik ini membuat Indonesia harus mengubah paradigma keamanannya, karena sudah hampir berpuluh tahun Indonesia hanya memfokuskannya pada bidang pertahanan negara.
Pendirian IPSC ini menandai bahwa Indonesia mulai bergerak dalam bidang humaniter,ā tutur Dafri. āSelain itu, pendirian IPSC ini juga bertujuan untuk mengembangkanĀ soft powerĀ guna mengatasi masalah terorisme.ā Dafri menambahkan.
IPSC sendiri adalah organisasi tempat pelatihan dan pendidikan bina damai bagi personel Tentara Nasional Indonesia (TNI). āPersonel TNI ini nantinya akan terlibat dalam intervensi humaniter dan pasukan perdamaian,ā ujar Dafri.
Dalam pendirian IPSC, beberapa pihak asing juga turut mengambil peran. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang berkontribusi sebesar 15 juta dĆ³lar melaluiĀ Global Peace Operation InitiativesĀ untuk pembangunan barak dan berbagai fasilitas di IPSC. Sementara Australia turut membantu dalam hal pembangunan pusat bahasa. āKeterlibatan negara-negara ini harus kita manfaatkan untuk mencari modal secara lebih efektif,āĀ kata Dafri.
Program ini, selain bermanfaat untuk upaya bina damai di Indonesia, juga bertujuan untuk memobilisasi TNI. Menurutnya, TNI akan sangat partisipatif dalam IPSC lantaran prestise dan gaji di IPSC yang terbilang besar. āTNI yangĀ nganggurĀ umumnya akan terjun ke politik dan berpotensi untuk kudeta.ā Dafri mengungkapkan. āUntuk itulah, mereka perlu diberiĀ mainan(wadah komunitasāred.) agar tidakĀ melakukan kudeta.ā Dafri menyimpulkan. Hal ini cukup memantik tawa peserta konferensi.
Ketika disinggung mengenai citra Indonesia yang sempat buruk dalam bidang HAM, Dafri optimis IPSC dapat dijadikan solusi. Kenyataannya, di era Orde Baru, Indonesia sempat dituding sebagai negara pelanggar HAM berat dalam kasus Timor Timur. Namun baru-baru ini,Ā imageĀ Indonesia membaik, seiring terpilihnya Indonesia sebagai ketua Dewan HAM di Perserikatan Bangsa-Bangsa. āIni menandakan bahwa sudah saatnya Indonesia lebihĀ concerndengan pencitraan sebagai negara yang cinta damaiā tutup Dafri.Ā [Ferdi Febianno Anggriawan]