Pada tanggal 10 November kemarin, Pemerintah Indonesia telah mengesahkanConvention on the Rights of Person with Disabilities (CRPD) menjadi undang-undang tingkat negara. CRPD merupakan pemenuhan dan perlindungan hak-hak difabel yang telah disepakati secara internasional oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. Konsekuensinya, setiap elemen negara harus mematuhi undang-undang tersebut, tidak terkecuali Perguruan tinggi. Hal ini yang menjadi latar belakang diselenggarakannya Workshop Sosialisasi Konvensi Hak Difabel di UIN Sunan Kalijaga Kamis kemarin (8/12).
Workshop diprakarsai oleh Pusat Studi Layanan Difabel UIN yang berkerjasama dengan dua Yayasan yang bergerak di bidang advokasi hak difabel, yakni Konsorsium Nasional dan Handicap International. Dalam acara tersebut hadir beberapa perwakilan Perguruan tinggi di Yogyakarta, di antaranya: UGM, UII, UKDW, UAD, USD, Atmajaya dan STMIK Amikom. Acara diawali dengan presentasi dari perwakilan perguruan tinggi dalam menyediakan kampus yang ramah bagi difabel.
Setelah itu, dilanjutkan sesi diskusi yang dimoderatori oleh Winata Hadiwiyono dari Handicap International. Ia menekankan pentingnya pemenuhan hak-hak difabel di perguruan tinggi. Ia memaparkan, berdasarkan data dari sebuah Yayasan Pendidikan Internasional di Jakarta, jumlah difabel yang dapat mengakses perguruan tinggi besarnya kurang dari 1%. “Tidak terpenuhinya hak pendidikan merupakan faktor tidak terpenuhinya hak pekerjaan,” jelasnya.
Beberapa perwakilan perguruan tinggi mengakui bahwa kampus mereka belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan difabel. Ketika perguruan tinggi telah terbuka menerima mahasiswa difabel, mereka belum sepenuhnya memberikan layanan. Alih-alih kampus yang menyesuaikan kebutuhan difabel, para difabel masih dipaksa untuk menyesuaikan lingkungan kampus. “Nilai kami masih jeblok soal aksesibilitas difabel,” sesal Wiryono Priyotamtama Rektor USD.
Menindaklanjuti workshop ini, perwakilan perguruan tinggi yang hadir sepakat membentuk Forum Komunikasi antar perguruan tinggi di Yogyakarta. Agenda yang diusung dalam forum tersebut membahas deklarasi komitmen pemenuhan hak difabel serta advokasi ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. “Kita sepakati beberapa agenda tersebut dalam rangka menyiapkan perguruan tinggi yang inklusif di Yogyakarta,” tutup Winata menyimpulkan hasil pertemuan.[Shandy Wilo]