Rabu malam (30/11), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan dialog kebudayaan di Pendapa Taman Siswa bertajuk “Negara Hukum, Manusia Akhlak. ” KPK menghadirkan Busyro Muqoddas selaku Ketua KPK dan Chandra M. Hamzah, Wakil Ketua KPK.
Narasumber yang diundang dalam dialog malam tersebut antara lain Wakil Jaksa Agung Dharmono, Kepala Badan Resese dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Polisi Sutarman, dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Pratikno. KPK juga mengajak budayawan dan pemuka agama seperti Emha Ainun Nadjib atau yang lebih dikenal dengan Cak Nun, Romo Shindu, Kang Sobary, dan Sudjiwo Tedjo untuk turut menyumbangkan pikiran.
Malam itu Cak Nun bertindak sebagai moderator dialog. Sebagai pembuka, ia memaparkan pandangannya mengenai Islam. “Islam seharusnya membawa rasa aman dan kenyamanan bagi umat manusia di seluruh dunia, baik aman harta, nyawa, maupun martabat,” tutur Cak Nun.
Pembicara pertama adalah Busyro Muqoddas yang menekankan mengenai pentingnya peranan rakyat dalam pemberantasan korupsi. “Rakyat harus diberdayakan. Jangan mengandalkan pada penegak hukum saja. Sinergi antara rakyat dan pemerintah mutlak diperlukan,” tegas Busyro.
Sesi kedua diisi oleh Romo Sindhu yang menyoroti korupsi sebagai suatu tindak kejahatan berat. “Korupsi bukan hanya kejahatan menilap uang, tapi kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujar Romo Sindhu yang disambut sorak-sorai penonton.
Kabareskrim Komjen Polisi Sutarman, di sesi selanjutnya menegaskan bahwa korupsi bukanlah budaya. “Manusia menjadi korup karena sudah keblinger, menjadikan uang dan jabatan menjadi tujuan hidup. Padahal sejatinya, jabatan adalah amanah, bukanlah target,” kata Sutarman.
Ketika sesi tanya jawab dibuka, antusiasme penonton terlihat besar, terbukti dari banyaknya penanya. Pertanyaan berkisar dari tindakan preventif untuk mengurangi korupsi hingga metode hukuman seorang koruptor. “Seorang koruptor seharusnya layak untuk diberi hukuman mati,” pendapat seorang pengunjung.
Dialog terus berlangsung hingga tengah malam, dilanjutkan dengan sesi informal yang baru akan selesai dini hari. Banyak penonton yang masih bertahan hingga acara usai, menunjukkan besarnya antusiasme masyarakat. “Sepertinya memang KPK harus lebih banyak mengadakan acara semacam ini di kota-kota lain,” ungkap Busyro. [Choirunnisa, Muhammad Ramdani]