BPPM Balairung mengundang kawan-kawan dalam:
Diskusi : Matinya Media Cetak (?)
Peserta : Perwakilan Pers Mahasiswa se-Yogyakarta dan umum
Pembicara :
– Bambang (The Jakarta Post)
– Sayid Munawar (CEO IDwebhost)
Waktu : 10/12/2011 (13.00-17.00)
Tempat : Wisma Merbabu, Kaliurang
Kontribusi : Rp 10.000,- (snack, stiker, sertifikat)
Contact : Ratri Kartika Sari (081328562200)
Industri media cetak tampaknya sedang menghadapi masalah yang serius. Kemajuan teknologi di bidang komunikasi dan informasi, membuat media online tumbuh pesat dan seolah mampu menggantikan fungsi media cetak. Menurut data yang dilansir Biro Audit Sirkulasi ABC pada tahun 2010, oplah koran di Amerika mengalami penurunan yang signifikan: USA Today mengalami penurunan oplah 13,58% menjadi 1,83 juta eksemplar per hari, The Los Angeles Times turun 14,74% (616.606 eksemplar per hari), Washington Post turun 13,06% (578.482 eksemplar per hari), dan The New York Times turun 8,47% (951.063 eksemplar per hari).
Semakin rendah oplah, maka keberlangsungan media cetak semakin terancam. Sebab, otomatis pemasukan dari penjualan akan berkurang drastis. Selain itu, pemasukan dari iklan pun ikut menurun. Pengiklan tentu akan berpikir ulang untuk memasang iklan di media cetak yang oplahnya rendah, jauh di bawah hits (jumlah kunjungan) media online. NYTimes.com mendapat 18 juta hits per hari, 10 kali lipat lebih banyak daripada jumlah koran yang terjual. Di Indonesia, tren tersebut juga terjadi, terbukti dari data yang dilansir Suara Merdeka, iklan media online meningkat tajam hingga 400% sehingga membuat media online tumbuh subur.
Masyarakat kini lebih memilih mengakses informasi dari media online atas nama efisiensi di segala lini. Jika pelaku industri media cetak hanya berpangku tangan, tinggal menunggu waktu saja hingga ramalan Philip Meyer dalam The Vanishing Newspaper bahwa media cetak akan benar-benar mati pada tahun 2040 benar-benar terjadi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi harus dimaknai sebagai sesuatu yang positif. Perubahan yang terjadi dalam dunia jurnalisme bukan untuk dilawan atau ditentang, tetapi harus disikapi dengan terbuka dan menyesuaikan diri, tanpa mengubah ideologi jurnalisme itu sendiri.
Beberapa media cetak di Indonesia masih bertahan menjual versi cetaknya. Tentu diperlukan strategi dan inovasi untuk menjawab tantangan agar media cetak tidak hilang ditelan zaman. Media cetak memiliki kelebihannya tersendiri dibandingkan media lainnya. Dengan demikian, keunikan dan potensi tersebut hendaknya dioptimalkan dan ditonjolkan sedemikian rupa. Hanya ada satu pilihan terhadap perubahan: beradaptasi atau mati.