Sabtu (3/12), Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta (PLB UNY) mengadakan aksi jalan bersama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperingati hari penyandang cacat sedunia yang jatuh pada tanggal 3 Desember. Peserta jalan bersama memulai perjalanannya dari area parkir Abu Bakar Ali dan mengahirinya di Monumen Serangan Umum 1 Maret.
Kegiatan jalan bersama merupakan bagian dari acara “Diffable Fair” yang mengusung tema “Dengan aktualisasi diri, bersama kita wujudkan apresiasi dan prestasi”. Selain jalan bersama, diadakan pula pentas seni. Pentas seni ini menampilkan kemampuan anak-anak penyandang cacat dalam bidang seni dan dimeriahkan oleh Kopi Luak Band, My Day Band dan beberapa band lain. Acara Diffable Fair ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan oleh HIMA (Himpunan Mahasiswa) PLB UNY. “Kalo rencana awal, sudah dari setahun yang lalu,” jelas Rizki Utami, ketua panitia Diffable Fair. Berbeda dengan tahun sebelumnya, acara ini dilangsungkan di luar lingkup universitas.
Pada saat pelaksanaan, cuaca mendung dan gerimis, namun peserta masih tetap antusias untuk menyelesaikan aksi ini. Acara dimulai pada pukul 09.00 WIB dan peserta sudah berkumpul sejak pukul 07.00 WIB. Parade band dari SLB Tunas Bakti turut mengiringi aksi ini. Uniknya, para pemain parade ini adalah tuna rungu dan anak yang mengalami retardasi mental.
Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa jurusan PLB UNY dan Universitas Sebelas Maret (UNS). Selain bekerja sama dengan UNS, PLB UNY juga bekerja sama dengan beberapa Sekolah Luar Biasa SLB dan sponsor seperti Kompas, Kedaulatan Rakyat, Bank Indonesia, MAC (Motivasi Anak Cerdas) serta sejumlah pihak lain. Bahkan ada pihak yang secara rutin bekerjasama dengan HIMA PLB UNY dalam rangka menyelenggarakan kegiatan Diffable Fair, yakni SLB Tunas Bakti.
Bukan hanya untuk meramaikan hari penyandang cacat internasional, Rizki juga berharap agar acara tersebut dapat memberikan efek positif bagi masyakat. “Dengan adanya acara ini, kita menjalin keakraban dengan teman-teman berkebutuhan khusus. Kita apresiasi kelebihan mereka,” jelas Rizki. Senada dengan Rizki, Ning, salah seorang guru SLB Tunas Bakti juga berharap agar acara ini bermanfaat. Ning ingin masyarakat tergugah untuk menyekolahkan anak-anak berkebutuhan khusus. “Masih ada masyarakat yang belum menyekolahkan putra-putrinya,” kata Ning. Menurut Ning, hal ini disebabkan oleh anggapan negatif dari masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dianggap akan menurunkan status sosial keluarga sehingga mereka seringkali “disembunyikan”. Padahal ABK memiliki potensi yang besar untuk berprestasi. “Walaupun mempunyai kebutuhan khusus, tapi mereka mampu. Memiliki kelebihan,” terang Ning.
Bertolak dari ketidaksadaran masyarakat terhadap potensi ABK, Ning sangat mengapresiasi acara ini. Dia beranggapan jika apresiasi akan sangat bermanfaat bagi anak-anak didiknya. “Jadi dia kan lebih percaya diri. Mereka (penyandang cacat, red) diakui oleh masyarakat,” kata Ning. Hal serupa juga dinyatakan oleh Hulfah, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS 2011, “Asyik sih, positif juga, bisa membuka pandangan orang tentang ABK.”[Mega Fitriyani, Annisa Nurul Ulfa]