Judul : Indonesian Communism Under Soekarno : Ideologi dan Politik 1959-1965
Penulis : Rex Mortimer
Tebal : xix + 613 halaman
Edisi : Cetakan I, 2011
Penerbit : Pustaka Pelajar
Salah satu persoalan sejarah yang seolah tak pernah usai adalah pembahasan tentang tragedi 1965. Apa yang sebenarnya terjadi kala itu, siapa dalangnya, dan bagaimana proses terjadinya ‘percobaan kudeta’ itu tetap merupakan persoalan yang menantang bagi para sejarawan. Buku ini juga sebuah ikhtiar untuk memahami peristiwa tersebut. Buku setebal 613 halaman ini sangat relevan untuk dijadikan latar belakang memahami organisasi yang dicap sebagai pelaku usaha ‘makar’ tersebut. Yakni Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI adalah partai yang menanggung terlalu banyak stereotip. Selaku penulis Rex Mortimer mencatat setidaknya ada berbagai prasangka utama yang melekat pada partai ini (hal. X). Salah satunya, PKI seringkali dianggap sengaja menciptakan kekekacauan ekonomi pada akhir era Soekarno guna melancarkan jalan untuk menggulingkan kekuasaan. Maka membincangkan PKI seolah sama dan sebangun dengan usaha makar. Inilah poin yang dikupas panjang lebar pada Bab 6 (Politik Mismanajemen Ekonomi).
Buku ini menelusuri aktifitas PKI pada periode 1959-1965. Latar belakang pemilihan periode tersebut oleh penulis karena hanya dalam kurun waktu tujuhtahun PKI berhasil melakukan ekspansi yang cepat. Ekspansi partai mewujud pada cepatnya pertambahan anggota partai. Total anggota partai pada 1965 mencapai 3,5 juta orang. Jika jumlah itu ditambah dengan semua anggota organisasi pendukung PKI, seperti Lekra, Gerwani, dan Sobsi, jumlahnya mencapai 27 juta orang(hal.471).
Mortimer berusaha mencari penjelasan kesuksesan ekspansi PKI dalam periode itu dengan menggunakan perspektif ideologi dan politik. Perspektif ideologis dipakai untuk melihat bagaimana sistem ideologi partai dan bagaimana ia dioperasionalisasikan. Perspektif politik berguna untuk mengamati kondisi relasi partai dengan suasana politik Indonesia dalam tujuhtahun tersebut. Dua perspektif tersebutmenjadi pegangan bagi penulis untuk menyeleksi mana perkara yang krusial dan signifikan dalam perkembangan PKI.
Berdasarkan analisis dua perspektif ideologi dan politik, Mortimer menyimpulkan PKI adalah partai eklektik. Ia eklektik karena ia mampu memilih nilai-nilai terbaik dari berbagai sumber. Meskipun memilih ideologi komunisme, PKI tidak sepenuhnya menganut ideologi Komunisme Soviet-Cina. Memang pada awalnya PKI mengadopsi strategi gerakan komunisme internasional seperti perjuangan kelas (class struggle), proyek hegemoni kelas, dan independensi partai. Namun pada perkembangan selanjutnya, PKI membuat aliansi dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) untuk meneguhkan dukungan Soekarno terhadap mereka.
Sifat eklektik PKI juga diterapkan dalam tataran ideologis partai. Strateginya dengan mengawinkan ideologi murni dan praktis. Ideologi murni adalah ideologi yang hanya berkutat dalam tataran abstraksi dan simbol. Sementara ideologi praktis berusaha menciptakan seperangkat ide-ide yang mungkin diwujudkan.
Dalam ideologi murni, tataran praksis terwujud pada orasi-orasi para pemimpin politik tanpa wujud program nyata. Sedangkan ideologi praktis terejawantahkan dalam aktivitas-aktivitas nyata sebuah organisasi politik. Namun, justru hal itulah yang menjadi kekuatan dari PKI. Kekuatan yang menciptakan ideologi murni, dengan tetap menekankan pada pentingnya ideologi praktis.
Penyampaian ideologi murni para pemimpin PKI, seperti Aidit dan Njoto, tercermin dalam pidato ideologis` yang berapi-api. Disamping itu, mereka juga menambahkan ideologi praktis. Mereka mampu membuat program yang membumi. Berdirinya berbagai organisasi yang berafiliasi dengan PKI, seperti Gerwani, SOBSI, Lekra dan BTI adalah realisasi dari ideologi praktis mereka. Ringkasnya, PKI tidak hanya mengumbar janji, tapi juga membikin program yang benar-benar dijalankan.
Sembilan Bab dalam buku ini disusun layaknya urutan kronologis. Bab pertama sampai ketiga berkutat dengan relasi sosial politik antara PKI dan Indonesia kala itu. Bab 4 sampai 8 membahas bagaimana PKI, setelah mantap secara struktur organisasi dan politik, menanggapi isu-isu ekonomi dan nasionalisme yang mengemuka. Sementara Bab 9 menganalisis peristiwa-peristiwa sebelum tragedi 1 Oktober 1965.
Kalimat-kalimat panjang, khas karya ilmiah, adalah salah satu hal yang membuat buku ini menjadi bacaan berat. Begitu banyaknya fakta sejarah yang ingin segera dikemukakan mungkin menjadi salah satu alasan panjangnya susunan kata tersebut. Namun, buku yang awalnya terbitan Universitas Cornell pada 1974 ini amat layak dibaca untuk menambah perbendaharaan narasi sejarah kita. Meski harus sedikit mengerutkan kening. [Muhammad Nafi’]