Jumat (29/4), Keluarga Muslim Fakultas Hukum (KMFH) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan diskusi bertajuk “Problematika Perkawinan Beda Agama: Antara Idealita dan Realita”.
Diskusi yang diselenggarakan di Ruang Multimedia FH UGM ini dimoderatori oleh Suryana Yogaswara (Ketua Departemen Pengkajian dan Wacana KMFH). Sedangkan beberapa pimpinan lembaga hadir sebagai pembicara, yaitu Ahmad Fikri Mubarok (Ketua KMFH), Akhmad Arwyn hImamur Rozi (Ketua Jamaah Sholahuddin), Harmoko Anggriawan (Ketua Jamaah Mushola Fisipol), dan Nadia Rahmawati (Sekretaris Jenderal Keluarga Muslim Psikologi).
Tinjauan perkawinan beda agama dari segi yuridis mengawali jalannya diskusi ini. Menurut Pasal 1 Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
“Selain harus memenuhi syarat materiil dan formil perkawinan, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu,” papar Fikry.
Kemudian dilanjutkan oleh Arwyn yang mendukung pemaparan Fikry tersebut dari sudut pandang keislaman. “Dalam Al-Quran disebutkan adanya larangan menikah dengan wanita musyrik,” katanya. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekacauan hukum Islam, serta menjaga aqidah muslim. Solusinya, kita harus tetap berpegang pada keyakinan masing-masing mengenai konsep pernikahan yang agung.
Sementara ditinjau dari sisi psikologis, perkawinan beda agama akan berpengaruh pada konflik dan ekspektasi setelah perkawinan. “Bagi pasangan beda agama, akan lebih rentan terjadinya konflik karena agama atau keyakinan adalah pondasi atau dasar kehidupan manusia,” papar Nadia. Selain itu, anak yang dilahirkan dari pasangan beda agama juga akan mengalami kebingungan dalam menentukan sikap dan perilaku orang tuanya yang harus ditiru.
Kemudian, jika ditelisik dari segi sosial kemasyarakatan, perkawinan beda agama ini masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat.
Antusiasme peserta cukup tinggi dalam mengikuti jalannya diskusi ini. Berbagai tanggapan dan pertanyaan dari peserta disampaikan kepada pembicara. Namun, karena keterlambatan waktu dimulainya diskusi, hanya dibuka satu sesi tanya jawab. “Sayang sekali waktunya terbatas, padahal tema yang dibahas sangat menarik,” ucap Nadia. [Desi]