Selasa (19/4), Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM menyelenggarakan seminar dengan judul WTO & Third World Countries. Seminar yang diadakan di Ruang Seminar Timur Gedung Pascasarjana Fisipol UGM ini menghadirkan dua pembicara utama: Nandang Sutrisno, Ph.D., penulis buku Using World Trade Law to Promote the Interest of Global South dan Drs. Riza Noer Arfani, MA selaku Chairman of WTO Chairs Programme Indonesia. Seminar yang dimoderatori oleh Irna Nurhayati, S.H., LL.M tersebut menyorot permasalahan negara dunia ketiga terutama Indonesia dalam perdagangan dunia yang terintegrasi dalamWorld Trade Organization (WTO).
Nandang yang melihat dari perspektif hukum banyak mempermasalahkan penyelesaian konflik antara Indonesia dan WTO. Untuk mendukung argumentasinya, ia memperlihatkan berbagai kasus perdagangan internasional yang melibatkan Indonesia, seperti dugaan praktek politikdumping dan kasus mobil nasional. “Permasalahannya, bagaimana mempertemukan berbagai kepentingan dagang dalam WTO” tegasnya. Lebih lanjut Nandang merekomendasikan Indonesia untuk membenahi diri, terutama dalam bidang hukum.
Sebaliknya, Riza berpendapat bahwa yang seharusnya diperbaiki adalah wakil–wakil Indonesia di WTO, “Perbaiki wakil–wakil Indonesia di Jenewa, karena merekalah yang akan menghadapi berbagai pengaduan dan tuntutan,” tambahnya. Riza juga berharap untuk menggunakan pola pikir glokal, yakni memadukan unsur global dan lokal dalam pelaku perdagangan internasional.
Dalam sesi tanya jawab, Garda, salah satu peserta diskusi yang berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis menyinggung permasalahan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) sebagai salah satu bentuk kerjasama regional perdagangan internasional. Menanggapi hal tersebut, menurut Nandang pemerintah memang tidak memiliki persiapan yang besar dalam menghadapi ACFTA. “Saya yakin pemerintah tidak punya persiapan besar terhadap WTO,” imbuhnya.
Adapun bagi Riza, ACFTA saat ini mau tidak mau harus dihadapi oleh Indonesia. Ia menambahkan, penguatan juga harus ada pada firma–firma perdagangan internasional yang juga akan menambah kekuatan lokal. Kerja sama regional seharusnya diprioritaskan tanpa meninggalkan WTO. [Hesa]