Jumat (15/4), Pascasarjana Fakultas Hukum (FH) UGM dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM bekerja sama dengan Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKAt) FH UGM, mengadakan diskusi bersama Prof. Jeffrey A. Winters, M.Phil., M.A., PhD. dari Universitas Northwestern AS. Diskusi yang diselenggarakan di Ruang Multimedia FH UGM ini bertajuk “Oligarki dan Korupsi: Perspektif Ekonomi-Politik dan Hukum”. Selain itu, hadir pula Hasrul Hanif SIP. (Dosen Ilmu Politik UGM) sebagai moderator, Eric Hiariej, SIP., M.Phil., PhD. (Dosen Hubungan Internasional UGM), dan Zainal Arifin Mochtar S.H., LL.M. (Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi) sebagai pembicara.
Diskusi dimulai dengan pertanyaan mengenai masalah utama yang menghambat sistem demokrasi di Indonesia. Beberapa peserta diskusi mengemukakan pendapat bahwa oligarki sebagai sebuah fenomena kekuasaan yang hanya dipegang segelintir orang telah menjadi penghambatnya.
Jeffrey lalu mengerucutkan diskusi pada kekuatan yang berorientasi pada kekayaan sebagai basis para oligark, sebutan bagi para pelaku oligarki. “Oligark bisa sekaligus menjadi elite ketika tujuannya mempertahankan kekayaannya,” tambahnya.
Menurut Jeffrey, oligarki di Indonesia menjadi permasalahan besar karena hilangnya peran hukum sebagai rem yang meminimalisir dominasi oligark, “Berbeda dengan Singapura yang sistem hukumnya berjalan tanpa demokrasi, Indonesia menjalankan demokrasinya tanpa hukum,” jelasnya.
Eric membenarkan pendapat Jeffrey dalam hal maraknya oligarki di Indonesia. “Jatuhnya Soeharto tidak melahirkan demokrasi, tapi melahirkan oligarki,” imbuhnya. Ia menambahkan, “Menarik melihat sumber kekuasaan oligarki yakni uang namun lebih menarik lagi melihat para oligark menggunakan uangnya untuk menundukkan kita,” ujar Eric mengomentari pernyataan Jeffrey.
Ketika sesi tanya jawab dibuka, antusiasme peserta cukup tinggi. Hal ini terlihat dari pertanyaan dan pernyataan peserta yang diajukan pada pembicara. “Diskusi ini sangat menarik, terutama ketika ahli dari berbagai bidang ilmu seperti hukum dan politik dipertemukan,” ucap Rifian Ernando, mahasiswa FH UGM angkatan 2008.
Zainal sebagai pembicara terakhir menjelaskan sulitnya menemukan titik temu antara ilmu politik dan hukum. Pada akhirnya, ia lebih menekankan pada cara memutus tali oligarki. “Barangkali anarkis adalah jawabannya, tidak ada negara, tidak ada order,” ujarnya sambil tersenyum. [Desi, Hesa]