“Dulu saya masih punya rasa bangga terhadap UGM, tetapi sekarang kebanggaan saya sudah hilang.” Ungkapan tersebut disampaikan Sudarman, selaku Kepala Dusun Karangmalang, pada diskusi publik yang diselenggarakan di Balai Desa Karangmalang Jumat (1/4) malam. Diskusi yang terselenggara atas kerja sama Korps Mahasiswa Pemerintahan (Komap), Gerakan Tolak Komersialisasi Kampus (Gertak), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini menghadirkan Sudarman, Suki Ratnasari (LBH Yogyakarta), dan Azizah Amalia (Dewan Mahasiswa FH UGM) sebagai pembicara.
Menurut Sudarman, UGM selama ini bersikap arogan karena setiap kebijakan terkait penataan lingkungan tidak pernah melibatkan masyarakat sekitar kampus. Termasuk kebijakan terbaru yaitu Kartu Identitas Kendaraan (KIK). “Kebijakan ini jelas menunjukkan bahwa UGM hanya memikirkan diri sendiri dan melupakan masyarakat di sekitarnya,” geramnya.
Lebih lanjut, pria berkacamata ini menceritakan dengan nada yang meninggi terkait arogansi UGM. Menurut Sudarman, bau sampah serta limbah yang ditimbulkan oleh Fakultas Peternakan, begitu mengganggu masyarakat Karangmalang. Namun, sama sekali tidak ada komunikasi dengan masyarakat terkait hal ini. “Bahkan, upaya kami untuk menemui pihak kampus pun tidak pernah diperhatikan,” keluhnya.
Keluhan senada juga diungkapkan oleh Azizah Amalia. Mahasiswi FH angkatan 2009 ini juga mengaku begitu bangga pada nama besar UGM ketika pertama kali masuk kuliah. Namun, kebanggaan itu perlahan-lahan memudar ketika ia melihat fakta-fakta yang terjadi di dalam kampus. Salah satunya adalah pembangunan gerbang UGM yang menghabiskan dana lebih dari semilyar rupiah. Aje, begitu ia biasa disapa, semakin miris ketika UGM mengeluarkan kebijakan KIK. “Lama-lama kampus ini kehilangan identitasnya,” ucap Aje. Identitas yang dimaksud oleh Aje adalah identitas kampus kerakyatan yang selama ini disandang oleh UGM.
Sementara itu menyangkut KIK, Suki Ratnasari menilai bahwa kebijakan ini rawan korupsi karena tidak jelasnya tranparansi dan akuntabilitas. Apalagi sesuai pasal 8 ayat 2 Peraturan Rektor 408/P/SK/HT/2010 tentang pemberlakuan KIK, dana disinsentif dari KIK akan masuk ke rekening Rektor UGM. “Karena itu, LBH akan segera menyiapkan langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk mengawal kebijakan ini,” tegas Suki. Pernyataan Suki ini disambut dengan tepuk tangan masyarakat dan mahasiswa yang hadir. Rencananya, diskusi seperti ini akan dilakukan lagi pada akhir bulan April yang menjadi rangkaian dari acara Pekan Anti Komersialisasi Pendidikan. [Wisnu]