Sutradara : Frank Oz
Skenario : Paul Rudnick
Pemain : Nicole Kidman, Matthew Broderick, Bette Midler
Sejarawan biasanya membagi sejarah gerakan feminisme menjadi tiga gelombang. Feminisme gelombang pertama menaruh perhatian pada masalah kesetaraan yang bersangkut-paut dengan hukum, seperti hak pilih, pendidikan, kepemilikan, dan semacamnya. Sementara gelombang kedua mengalamatkan kritik terhadap rentang yang lebih luas lagi, ketidaksetaraan yang nyata dialami dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mempertanyakan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan di tempat kerja. Singkatnya, mereka menyatakan ketidaksetujuan terhadap peran perempuan dalam kehidupan. Pesan inilah yang terkandung dalam FilmStepford Wives.
Dalam film tersebut, Joanna Eberhart (Nicole Kidman) digambarkan sebagai eksekutif produser sebuah program televisi yang kerap menayangkan kemenangan wanita dalam berkompetisi dengan pria. Namun, kesuksesannya kandas lantaran acara yang ia rancang menyebabkan seorang pria menembak istrinya. Bersama suaminya, Walter Kresby (Matthew Broderick), Joanna yang telah kehilangan pekerjaan pindah ke kota Stepford, daerah suburban Connecticut yang tenang. Di balik ketenangan tersebut, Joanna mencium kejanggalan wanita di sana.
Joanna merasa bahwa wanita Stepford terlalu “sempurna”. Mereka tangkas membersihkan rumah serta membuat kue dan juga sangat peduli serta patuh terhadap penilaian suami. Bahkan, mereka siap berhubungan seksual kapan pun suami menginginkannya, pada siang hari sekalipun—seperti yang ditunjukkan dalam salah satu adegan film tersebut. Anehnya, layaknya boneka barbie, mereka tetap tersenyum bahagia menjalani kehidupan seperti itu. Film ini menggambarkan bagaimana Joanna yang sebelumnya memiliki kedudukan yang setara dengan suaminya berusaha diubah menjadi istri Stepford lainnya.
Mereka seolah produksi robotik dari keinginan pria. Mereka tidak dapat mengekspresikan perhatian dan cintanya, tetapi hanya menjadi objek pemuas hasrat. Dalam salah satu adegan, Joanna bertamu ke rumah Bobby yang telah menjadi sedemikian robotik. Bobby tidak menaruh perhatian terhadap kedatangan Joanna. Bobby seolah-olah tidak peduli terhadap segala jenis hubungan, kecuali membersihkan rumah dan memuaskan suaminya.
Film ini sebenarnya merupakan versi baru dari Stepford Wives besutan Sutradara Bryan Forbes yang diputar pada tahun 1970-an. Apabila film yang lama bergenre thriller, kini Frank Oz mencoba menampilkan kembali Stepford Wives dengan nuansa komedi. Hasilnya tidak sesukses pendahulunya, Stepford Wives banyak dinilai kritikus sebagai film komedi yang hambar. Ketegangan yang berusaha dihadirkan pun akhirnya terkesan setengah-setengah.
Salah satu kekurangannya adalah adegan kunci yang terdapat dalam karya yang lama tidak ditampilkan. Adegan itu dimulai ketika Joanna bertamu ke rumah Bobby, wanita yang telah berubah menjadi istri yang mahir melakukan pekerjaan domestik. Ketika Joanna menanyakan anak-anaknya, Bobby bersikeras mengatakan bahwa anak-anaknya sedang bermain ke rumah temannya agar ia dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.
Adegan ini merepresentasikan feminisme gelombang ketiga yang menyadari, bagaimanapun wanita memiliki sifat dasar keibuan dan senang mengasuh. Dalam adegan tersebut, Joanna menginginkan anaknya, sementara Bobby hanya fokus pada pekerjaan domestik. Wanita ideal yang digambarkan dalam film ini bukan mereka yang hanya fokus pada pekerjaan dan mengejar kesuksesan karir, melainkan wanita yang juga peduli terhadap keluarga serta anak-anaknya. Maka, terdapat adegan Joanna berkompromi dengan suaminya. Ia rela membersihkan rumah dan membuat kue sementara dalam waktu yang sama tidak setuju dengan perilaku para istri di Stepford.
Secara umum, film ini menyajikan kritik tajam terhadap penindasan perempuan dalam masyarakat patriarki, terutama perannya dalam urusan rumah tangga. Namun, lebih jauh lagi, kritik tidak luput juga dialamatkan kepada wanita yang telah kehilangan sifat keibuan dan keperempuanannya lantaran urusan karir pekerjaan. Seorang wanita hendaknya dapat menjaga harmoni antara pekerjaan dan kehidupan keluarga, tidak harus “sempurna” di salah satunya. Seperti yang diceritakan di akhir film, dalam wawancara mengenai film dokumenter terbarunya, Joanna tidak lupa membawa suami serta anak-anaknya. “Aku dan Walter baik-baik saja, karena sekarang kami yakin bahwa itu bukan masalah kesempurnaan. Sempurna tidak berhasil,” ujarnya. [Shandy]