Kamis (7/4), Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM menyelenggarakan bedah buku berjudul “Rakyat Tani Miskin, Korban Terorisme Pembangunan Nasional”.Buku ini merupakan buah pemikiran Prof. Moch. Maksum Machfoedz, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Acara yang terselenggara di Ruang Seminar PSPK ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu Prof. Moch. Maksum, Fadmi Sustiwi (Wartawan Kedaulatan Rakyat), dan Rimawan Pradiptyo PhD (Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM).
Seminar yang dimoderatori oleh Drs. Suharman, M.Si ini dihadiri oleh kalangan mahasiswa, dosen, hingga wartawan. Seperti yang diutarakan Suharman, acara ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun PSPK ke-38. PSPK sendiri memiliki agenda diskusi bulanan.
Mengawali diskusi, Prof. Maksum menyampaikan keluh-kesahnya atas berbagai kebijakan pemerintah yang banyak merugikan pihak petani. Mereka seakan tidak hidup merdeka di negeri sendiri. Ironisnya lagi, petani sering menjadi korban kepentingan para politisi. “Waktu akan pemilu, petani pedesaan didekati dengan iming-iming perbaikan nasib. Namun setelah pemilu, ditendang,” ungkap Prof. Maksum.
Fadmi Sustiwi menambahkan satu hal fundamental lainnya yang menyebabkan sektor pertanian di Indonesia sulit untuk maju, yaitu kurangnya minat para pelajar terhadap pendidikan pertanian itu sendiri. “Pertanian dan produknya banyak tidak dikenal oleh golongan muda, bahkan oleh mahasiswa sekalipun,”ujarnya. Fadmi juga memberi kritik atas isi buku yang dirasa tidak pernah menyinggung masalah perempuan, padahal perempuan sering identik dengan kemiskinan.
Peserta cukup antusias ketika sesi tanya-jawab dibuka. Beberapa bahkan tidak mendapat kesempatan. Salah satu pertanyaan yang ditujukan kepada penulis berkaitan dengan budaya beberapa masyarakat di Indonesia yang ikut mempengaruhi pendidikan putra-putrinya. “Terkadang kultur masyarakat lebih penting daripada muatan pendidikan itu sendiri,” ucap seorang mahasiswa pascasarjana Sosiologi UGM. “Mungkin ilmu pertanian tidak banyak diminati karena outputnya banyak yang dirasa salah sasaran,” tambahnya.
Sebagai penutup diskusi, Rimawan Pradiptyo mendorong hadirin untuk tetap mengedepankan nilai-nilai lokal yang menunjukkan identitas keindonesiaan. “Sekecil apapun keunikan negeri atau daerah kita, mari tunjukkan itu dalam pergaulan internasional,”ujarnya. Rimawan juga menegaskan, apapun yang dilakukan pemerintah tidak akan efektif jika tidak memihak petani domestik. [Alfan S.]