Senin (1/3) ratusan mahasiswa UGM yang tergabung dalam Gerakan Tolak Komersialisasi Kampus (GERTAK) mengadakan aksi menolak kebijakan Kartu Identitas Kendaraan (KIK).Demo ini merupakan reaksi atas berlakunya disinsentif kendaraan bermotor per 1 Maret 2011. Para demonstran menganggap KIK adalah komersialisasi kampus yang salah secara yuridis maupun akademis. “Kebijakan disinsentif melanggar hukum, seharusnya 20 persen dari pungutan masuk kas daerah,” papar Bedhah Ardityo Nugroho, Koordinator Lapangan Aksi tersebut. Lebih lanjut Bedhah menuturkan, pemberlakuan KIK mereduksi hakikat UGM sebagai kampus kerakyatan sekaligus fungsinya sebagai ruang publik.
Aksi dimulai dari kampus Fisipol, melewati jalan Agro, kemudian menuju Bundaran UGM via jalan Sosio-humaniora. Setibanya di bundaran, peserta memarkir kendaraan dan berorasi beberapa menit. Sebagian dari mereka juga ada yang menutup mulutnya dengan lakban sebagai simbol pembungkaman yang dilakukan rektorat terhadap mahasiswa. Selanjutnya, mereka berjalan menuju gedung rektorat sambil meneriakkan yel-yel tolak KIK dan mengecam mahasiswa yang apatis. “Sebelumnya mahasiswa terbiasa keluar masuk kampus tanpa KIK,” tandas Arya Budhi, salah satu aktivis GERTAK. Selain itu, pada salah satu spanduk yang dibawa peserta, tertuliskan KIK singkatan dari Kartu Izin Komersial.
Sesampainya di gedung rektorat, Arya Budi membacakan tiga tuntutan. Pertama, mencabut peratutan rektor 408/P/SK/HT/2010 tentang KIK. Kedua, melibatkan mahasiswa dalam pembuatan kebijakan kampus karena mahasiswa adalah elemen terbesar civitas akademika. Ketiga, menolak segala komersialisasi kampus UGM.
Namun, aksi tersebut ditanggapi pihak rektorat dengan memberi selebaran berisi informasi dan sosialisasi tentang KIK. Dalam selebaran itu tercatat, pihak yang bukan sivitas akademika dibebaskan dari disinsentif dengan menyerahkan voucher yang diperoleh dari setiap kantor administrasi unit kerja. Selain itu, disebutkan pula bahwa mahasiswa dapat ikut mengawasi pengelolaan dana disinsentif.
[Dian, Didik, Rara]