Kebutuhan akan buku untuk para pengungsi letusan Merapi masih belum banyak mendapat perhatian. Padahal para pengungsi, terutama anak-anak dan remaja usia sekolah, sangat membutuhkan buku. Lima posko yang tersebar di Sleman, Yogyakarta, menyatakan masih kekurangan stok buku. Posko-posko tersebut yaitu GOR (Gelanggang Olah Raga) UNY, Gelanggang Mahasiswa UGM, Purna Budaya UGM, Auditorium W.R. Supratman UPN, dan Stadion Maguwoharjo. Di masing-masing posko, buku dibutuhkan untuk kegiatan pendampingan anak-anak dan pendidikan.
Di posko GOR UNY misalnya, kebanyakan pengungsi dalam usia sekolah tak membawa bukunya ke posko. Ada 79 anak yang harus melanjutkan pendidikan di SD, 35 di SMP, dan 36 di SMA. “75 persen dari mereka bukunya tertinggal di rumah,” terang Tri Yogi Fitri Rahmantyo, Koordinator Pendampingan Anak posko GOR UNY. Hal yang sama terjadi di posko Auditorium W.R. Supratman UPN. “Kami sangat membutuhkan buku pelajaran untuk kelas satu sampai enam SD,” ujar Irwan, Koordinator Pendidikan posko Auditorium W.R. Supratman UPN. Di posko Auditorium W.R. Supratman sendiri terdapat 219 anak usia SD.
Selain buku pelajaran, relawan juga kekurangan buku untuk kegiatan pendampingan anak-anak. Menurut Uki, Koordinator Logistik posko GOR UNY, pihaknya sebenarnya telah menerima sumbangan berupa buku cerita dan mewarnai untuk anak-anak. “Namun jumlahnya masih sangat minim,” keluhnya. Sampai sekarang Uki masih menyimpan buku-buku tersebut. Ia khawatir jika buku-buku baru sedikit itu dibagikan, anak-anak akan saling berebut.
Posko Stadion Maguwoharjo lebih menggenaskan lagi. Hanya ada enam buku cerita untuk ribuan anak-anak yang jumlah tepatnya belum terdata. “Buku-buku yang tersedia kami gunakan waktu membaca bersama,” kata Desy Nora Ekawati M.Psi., Koordinator Pelaksana di bidang Psikologi di posko Stadion Maguwoharjo.
Nindyah Rengganis S.Psi., Manajer Divisi Pemulihan Psikososial Pasca Bencana ICBC (Institute for Community Behavioral Change) Yogyakarta, menyayangkan kurangnya persediaan buku untuk pengungsi. Menurutnya, selain bantuan fisik untuk memenuhi kebutuhan primer seperti makanan, pengungsi juga membutuhkan pemulihan psikososial pasca bencana. “Situasi psikologis mereka harus dikembalikan seperti sebelum bencana,” jelas perempuan berjilbab yang akrab disapa Ganis itu. Pemulihan tersebut dapat dilakukan dengan kembali berjalannya kegiatan sehari-hari. “Makanya, berlanjutnya kegiatan belajar-mengajar sangat penting bagi anak-anak dan remaja usia sekolah,” lanjut Ganis.
Sayangnya kegiatan belajar mengajar para pengungsi usia sekolah saat ini masih terbentur berbagai kendala. Diantaranya ketersedian buku pelajaran yang masih minim. Selain demi berlanjutnya kegiatan belajar-mengajar, masih banyak manfaat buku bagi para pengungsi. “Berbagi buku dengan pengungsi dapat menularkan minat baca dan memperluas wawasan para pengungsi,” kata Ganis. Hal tersebut nantinya amat penting bagi para pengungsi saat mereka harus pulang dan membangun kembali desanya. [Azhar]
1 komentar
siang mas.blh gak kira2 minta data foto udaranya ya?untuk bahan skiprsi,kalo dilihat itu salah satu foto udara condong sehingga memperoleh daerah cakupan yang luas dr pada foto udara tegak.terimakasih.